Pengosongan Kolom Agama Akibatkan Perlakuan Diskriminatif



Sejumlah penganut kepercayaan menggugat uji materi aturan pengosongan kolom agama di Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik. Pemohon menganggap pengosongan kolom agama di KTP elektronik bersifat diskriminatif bagi penganut kepercayaan di Indonesia. 

Engkus Ruswana, salah satu pihak yang hadir dalam sidang Mahkamah Konstitusi mengatakan, pengosongan kolom agama ini dianggap melanggar sejumlah hak, di antaranya adalah hak atas akta perkawinan, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas memperoleh pekerjaan, hingga hak atas pemakaman keluarga yang ditolak di tempat pemakaman umum mana pun. 

"Padahal dalam pembukaan dan batang tubuh konstitusi telah mengakui keberadaan hak atas masyarakat adat berikut aliran penghayat kepercayaan sebagai suatu kebhinekaan tunggal ika," ujar Engkus sebagai pihak terkait dari Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa kemarin.

Salah satunya pengalaman buruk yang dialami Engkus ketika ibunya meninggal pada tahun 2001 silam. Saat itu, Engkus berniat menguburkan jenazah ibunya di tempat pemakaman umum di Ciamis, Jawa Barat. Namun karena dalam KTP ibunya tak ada keterangan agama, maka oleh tokoh masyarakat setempat, Engkus diminta untuk menyalatkan dan memakamkan ibunya secara Islam. Mau tak mau, ia pun memakamkan ibunya dengan cara Islam. 

Pengalaman lainnya dialami oleh seorang penganut kepercayaan Sapto Darmo di Brebes, Jawa Tengah. Jenazah kerabatnya itu akhirnya terpaksa dimakamkan di halaman depan rumah lantaran ditolak di tempat pemakaman yang mayoritas adalah umat Islam. 

"Segala perlakuan pembedaan yang diskriminatif ini tentunya tidak mencerminkan apa yang harusnya dimiliki seperti yang diatur dalam pasal 28D UUD 1945," terangnya. 

Oleh karena itu, Engkus menilai ketentuan dalam pasal 61 ayat (1) dan (2) UU 23/2006 juncto pasal 64 ayat (1) dan (5) UU 24/2013 Tentang Administrasi Kependudukan bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diajukan oleh pemohon. 

Dalam ketentuan pasal 61 disebutkan bahwa penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan peraturan UU atau bagi penghayat kepercayaan, maka tidak diisi dalam Kartu Keluarga (KK) tapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan. Sementara dalam pasal 64 mengatur tentang ketentuan yang sama namun dalam pengosongan kolom agama di KTP elektronik. 

Kedua aturan tersebut, kata Engkus, bertentangan dengan prinsip jaminan, pengakuan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sebagaimana dalam pasal 28D UUD 1945. Ketentuan dalam pasal itu juga dianggap tidak memberikan jaminan pengakuan sebagai warga negara yang bebas memilih kepercayaan dan agama sesuai keyakinannya. 

Sementara saat ini ada beragam penganut kepercayaan yang tersebar di Indonesia, di antaranya yakni kepercayaan Sunda Wiwitan di Jawa Barat, Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur, agama Parmalim asli Batak, dan Wetu Telu di Lombok. (yul)


Sumber : http://www.cnnindonesia.com/

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Pengosongan Kolom Agama Akibatkan Perlakuan Diskriminatif"

Post a Comment